SETELAH Hidayat Nur Wahid dipilih menjadi Ketua MPR (2004-2009) dan melontarkan gagasannya tentang ketidakpantasan pemimpin majelis memakai mobil dinas mewah, kata volvo sering-sering terdengar di berbagai forum di Indonesia. Sebagai orang Swedia, negeri asal Volvo, sedikit banyak saya merasa perlu terlibat dalam perdebatan yang berlangsung.
Bahwasanya para pejabat perlu berperan sebagai teladan dan contoh yang baik buat masyarakat luas, yaitu mengutamakan kesederhanaan dalam kehidupan, mungkin saja ada benarnya. Malah berkemungkinan besar memang begitu seharusnya. Namun, artikel ini tidak akan turun ke dunia politik. Kita tetap di sini, di atas, di dunia bahasa-bahasa.
Merek mobil biasanya memakai nama pendirinya, sebut saja (Louis) Chevrolet, (André) Citroen, (Henry) Ford, dan (Adam) Opel. Tidak begitu dengan mobil yang sedang berada di tengah-tengah keramaian para pejabat. Kata volvo bukan nama atau kosakata bahasa Swedia, tapi berasal dari bahasa Latin. Artinya dalam bahasa Indonesia kira-kira ’saya menggelinding’, ’saya berputar’, ’saya bergerak’, atau ’saya berguling’. Jelaslah bahwa niat para pendiri Volvo, seperti niat para pendiri mobil lain, ialah supaya kreasinya bergerak dan maju.
Jika dikaitkan dengan kata-kata lain dari bahasa Latin, masalahnya menjadi cukup menarik. Kata audio misalnya berarti ’saya mendengar’ dan kata video berarti ’saya melihat’, sedangkan kata disco berarti ’saya belajar’ atau ’saya dapat informasi’. Semua kata ini berlaku secara umum: kata audio tidak menyebutkan apa yang sedang didengarkan, dan kata video tidak menyebutkan apa yang sedang ditonton. Menurut logika, volvo menjadi sinonim mobil, tanpa pandang merek.
Akan tetapi, maksud ketua MPR jelas bukan itu. Yang beliau sedang cari tidak lain selain kesederhanaan dan, mungkin, keadilan. Beliau barangkali tak peduli bahwa semua mobil memang volvo dari segi bahasa. Kalau tidak volvo, ya mobilnya harus di bengkel.
Ketika berdinas, presiden pakai Mercedes-Benz, si mewah dari Jerman. Untuk pejabat tertinggi, Volvo tidak cukup. Namun, Megawati Soekarnoputri, di masa sebagai wakil presiden dan presiden, sering mengendarai mobil Jerman lain: Volkswagen, adiknya Mercedes. Dari segi bahasa, pilihan ini mungkin menggembirakan Hidayat Nur Wahid sebab Volkswagen berarti ’mobil rakyat’ dalam bahasa Jerman. Dan memang, mobil ini diciptakan dengan niat supaya setiap orang Jerman dalam keadaan ekonomi yang sedang susah pada tahun 1930-an dapat membeli dan memiliki mobil ini.
Sejarah punya kehendak lain. Mobil ini hanya digunakan sebagai kendaraan kemiliteran selama Perang Dunia Kedua. Baru pada tahun 1948 Volkswagen mulai diproduksi untuk orang-orang biasa dan menjadi mobil rakyat sesungguhnya. Harga murah dan ketersediaan membuatnya dicari-cari calon pembeli. Hanya saja, mobil rakyatnya Ibu Mega bukan jenis lama ini, tapi edisi baru yang sangat mewah. Yang jelas, tidak pantas disebut mobil rakyat ataupun VW kodok, seperti orang Indonesia menyebutnya.
Pada tahun 47 Masehi, Julius Caesar mengirim kabar ke Roma: veni, vidi, vici. Artinya: ’saya datang, saya melihat, saya menaklukkan’. Dapat dikira bahwa kepala Volvo di Asia yang ditugaskan meyakinkan orang-orang berkantong tebal di negeri seperti Indonesia untuk meringankan beban kantong itu mengirim pesan yang sama pada perusahaan induk di Swedia beberapa tahun lalu: veni, vidi, vici. Dalam hal ini, mungkin ia setali tiga uang dengan kepala-kepala merek mobil Eropa lainnya di Asia. Pasaran mobil di Jakarta memang ditaklukkan oleh mobil-mobil mewah.
Namun, angin baru membawa perubahan. Hidayat Nur Wahid mau menjual para Volvo dan mengembalikan uang tersebut kepada negara supaya pejabat-pejabat (kita harapkan tiga puluhan menteri yang dilantik dua hari lalu meniru Hidayat) hidup sederhana. Mungkin saja mereka dapat dibelikan VW kodok, edisi lama. Kalau sektor swasta mengikuti perubahan ini, berkemungkinan besar ketua Volvo itu harus mengirim pesan baru: veni, vidi, volvo, yaitu ’saya datang, saya melihat, saya menggelinding (lagi)’.
André Möller, Mahasiswa S3 tentang Indonesia di Lund, Swedia
Pa hidayat memang baik….
Kenapa g’ dia az jadi capres ^^?
Kedai