[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 4 Februari 2011.]
Sejak pemunculan pola aneh di persawahan di Kesultanan Yogyakarta, baik media massa maupun pribadi lepas pribadi seolah-olah berlomba menyebutkan istilah crop circle sesering mungkin. Di berbagai media sosial seperti Facebook dan Twitter, tiba-tiba istilah berbahasa Inggris ini juga naik daun di tengah-tengah pengguna Indonesia. Nah, apa itu crop circle?
Menurut Wikipedia berbahasa Indonesia, yang menyebutkan fenomena ini lingkaran tanaman, crop circle ini adalah suatu pola teratur yang terbentuk secara misterius di area ladang tanaman. Gejala ini sering kali dikait-kaitkan dengan makhluk luar angkasa dan BETA (Benda Terbang Aneh, atau yang lebih sering disebut dengan istilah Inggrisnya juga: UFO). Begitu juga di Sleman.
Sejumlah orang mengaku telah melihat apa yang dianggap dan diyakini merupakan benda terbang yang belum teridentifikasi dan merasa yakin bahwa ada hubungan lurus di antara benda-benda ini dan pola misterius yang muncul di sawah. Setelah diselidiki sejumlah instansi, antara lain Kepolisian, pola ini diduga muncul tidak akibat BETA, melainkan merupakan ulah sejumlah mahasiswa kreatif yang berhasil menggabungkan matematika dan rasa seni yang cukup tinggi.
Mari kita kembali ke istilahnya sendiri, terlepas dari siapa atau apa yang bisa dianggap dalang di Berbah, Sleman. Bagaimana seharusnya kita menyebutkan gejala ini di Indonesia? Yang jelas, memakai istilah bahasa Inggrisnya tidak masuk akal sama sekali sebab bisa diterjemahkan tanpa menghilangkan arti spesifiknya. Selain itu, istilah Inggrisnya juga sebetulnya tidak begitu pas, seperti akan kita lihat sejenak lagi.
Jika diterjemahkan secara langsung dan harfiah, maka jadilah lingkaran tanaman seperti yang dianjurkan Wikipedia Indonesia tadi. Namun, crop itu bukan tanaman apa saja, tapi hanyalah tanaman yang biasa diolah petani seperti padi, gandum, jagung, dan ubi. Crop circle ini tidak pernah muncul di hutan, yang notabene juga terdiri dari tanaman. Jadi, saya merasa tidak salah kalau mengusulkan kata tanaman diganti dengan sawah atau ladang. Mengingat fenomena ini pertama kali muncul di sebuah sawah di Indonesia, maka saya pilih kata sawah saja.
Kata kedua, circle, barang tentu berarti ’lingkaran’. Hanya saja, fenomena ini lebih sering tidak terdiri dari lingkaran saja, tapi dari sejumlah bentuk geometris (makanya istilah bahasa Inggrisnya juga agak miring). Begitu pula di Yogyakarta, kalau saya tidak salah lihat di foto-foto. Jadi, yang lebih tepat barangkali adalah kata pola karena ini sudah termasuk lingkaran dan bentuk-bentuk geometris lainnya. Alhasil, gejala ini mungkin bisa kita sebut pola sawah saja. Tentu saja tidak terdengar sekeren crop circle, tapi apa boleh buat?
Akhir-akhir ini muncul gagasan untuk menjadikan bahasa Indonesia bahasa internasional. Walau ada sejumlah kekeliruan yang dikedepankan berhubungan dengan ini (seperti bahwa penutur bahasa Indonesia lebih banyak daripada penutur bahasa Inggris), gagasan ini perlu ditanggapi secara serius.
Diusulkan juga supaya bahasa Indonesia, selain bahasa Arab, digunakan sebagai bahasa internasional di dunia Islam. Diwartakan bahwa bahasa Indonesia ”Siap Go Internasional”. Menurut saya, judul berita yang begitu keliru serta ketidaksudian media dan orang pribadi memakai istilah berbahasa Indonesia menunjukkan situasi terbalik. Sebelum meluncur ke luar negeri, barisan perlu dirapatkan terlebih dahulu.
André Möller Penyusun Kamus Swedia-Indonesia, Tinggal di Swedia