LAZIMNYA setiap kata yang memiliki arti sendiri dalam bahasa Indonesia ditulis secara terpisah dari kata serupa. Maka, kita lebih kenal rak buku daripada rakbuku dan bola lampu ketimbang bolalampu. Kita juga cenderung menulis hijau tua, bukan hijautua; dan hakim muda, bukan hakimmuda. Cara penulisan ini mirip dengan cara penulisan bahasa Inggris dan banyak bahasa lain, tapi berbeda dengan yang lain lagi.
Dalam bahasa Swedia sangatlah penting bahwa dua kata yang membentuk suatu kata baru ditulis secara tidak terpisah. Dengan demikian, jelas kiranya tidak terdapat bentuk kursi malas dalam tata bahasa Swedia yang baku, tapi hanya kursimalas. Penulisan secara terpisah dalam bahasa Swedia dapat menimbulkan berbagai peluang untuk kesalahpahaman. Contoh di atas kalau ditulis secara terpisah, kursi malas, memberi kesan bahwa ada kursi yang malas.
Akan tetapi, penulisan terpisah juga dapat mengubah arti sebenarnya suatu (kelompok) kata. Lebih parah lagi, kata benda dapat dipahami sebagai kata kerja, dan sebaliknya. Contoh yang sering diajukan adalah rökfritt dan rök fritt. Kata pertama berarti ’dilarang merokok’ sedangkan ucapan kedua berarti ’bebas merokok’ atau malah ’silakan merokok’. Alangkah banyak pemilik restoran yang salah tulis! Yang mereka maksudkan adalah “dilarang merokok” tapi yang mereka sebetulnya tulis adalah “silakan merokok”.
Sebagai contoh lain dapat kita ambil kata extrapris yang artinya ’harga khusus’ atau ’harga obralan’. Namun, kalau ditulis secara terpisah (yaitu secara salah) artinya berubah menjadi ’harga tambahan’. Dua contoh ini menunjukkan betapa penulisan terpisah dan penulisan tak terpisah terkadang bisa menjadi lawan kata.
Dalam bahasa Indonesia-Inggris, dan lain-lain-tak dapat timbul masalah seperti itu. (Sejujurnya, bebas merokok dapat diartikan baik sebagai ’dilarang merokok’ maupun ’bebas merokok’, tapi ini merupakan kekecualian, saya kira.) Kursi malas memang hanya kursi yang enak diduduki dan tidak ada peluang ia menjadi malas sendiri. Maka, penulisan secara tak terpisah tidak termasuk tata bahasa Indonesia yang baku. Dengan demikian, kita tidak perlu heran kalau tidak pernah bertemu dengan orang yang suka membahas masalah ini di Indonesia.
Akan tetapi, sejauh yang saya ketahui, ada satu orang di Indonesia yang pernah bereksperimen dengan penulisan secara tidak terpisah. Beliau memang menulis kursimalas, tuanmuda, dan ruangbaca seperti satu kata. Meskipun demikian, beberapa kata lain yang juga dapat ditulis secara tak terpisah, beliau menulis secara terpisah. Pembaca Kompas yang juga gemar membaca sastra tentu sudah tahu beliau ini siapa. Ialah Pramoedya Ananta Toer.
Dalam tetraloginya dari Buru, beliau sering kali menulis secara tidak terpisah. Dalam Bumi Manusia, misalnya, beliau menulis orangtua, rumahtangga, coklatmuda, dan kayubakar. Di pihak lain, beliau menulis kata berikut ini secara terpisah meski juga dapat ditulis secara tak terpisah: sapi muda, ilmu pengetahuan, kereta api, dan sastra dunia.
Mengapa Pramoedya bereksperimen dengan penulisan secara tak terpisah, saya tentu tidak tahu. Mengapa beliau hanya menulis sebagian kata secara tidak terpisah dan menulis yang lainnya lagi secara terpisah, saya juga tidak tahu. Namun, saya kira menarik dicatat bahwa tidak banyak penulis atau pengguna bahasa lain yang meniru Pramoedya dalam hal ini.
Keadaan ini menjadi cukup menarik jika diperhatikan bahwa Pramoedya termasuk sastrawan yang paling tinggi kualitas tulisannya di Indonesia modern. Sudah barang tentu banyak penulis yang mencoba meniru gaya Pramoedya, tapi anehnya, belum (?) ada yang meniru penulisan tak terpisah itu.
Nah, adakah sekarang pembaca yang dapat merasa gayatarik yang terdapat dalam cara penulisan baru ini? Adakah yang siap melanjutkan hasilpena Pramoedya? Adakah yang terima tantanganhebat ini? Adakah yang mengeluh pusingkepala?
André Möller Mahasiswa S3 tentang Indonesia di Lund, Swedia
tulisan yang bagus. Tapi, bikin saya takut bikin tulisan